Pelajaran 1; Konsep Dasar Pembelajaran Kontestual

PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Oleh: Dr. Yonas Muanley, M.Th.

Konsep Dasar  Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL)

Pendekatan Pembelajaran Kontekstual atau CTLmerupakan salah satu dari antara sejumlah pendekatan atau metode pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses mengajar (teaching) dan proses belajar (learning). Mengapa harus dipakai berbagai pendekatan (metode) dalam teaching dan learning Untuk memahami ini perlulah dipahami apa itu mengajar dan belajar, sebab perilaku mengajar sangat ditentukan oleh sejauh mana konsep tentang belajar. Artinya bila belajar diartikan proses perubahan kognitif maka mengajar diartikan proses transfer pengetahuan, yang kemudian mempengaruhi pendekatan atau metode yang dipakai. Misalnya, bila guru memahami belajar  adalah perubahan pengetahuan, maka mengajar yang dilakukan guru hanya transfer pengetahuan, yang kemudian mempengaruhi pendekatan yang dipergunakan yaitu memakai metode ceramah.
Ada beragam definisi tentang mengajar. Masing-masing definisi itu mempengaruhi guru dalam mengajar dan menggunakan pendekatan pembelajaran. Ada definisi belajar yang merangkum tiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik), yaitu belajar adalah pengalaman belajar atau perubahan pada kognitif, afektif dan psikomotorik.[1] Pemahaman belajar seperti ini mempengaruhi pendidik mempergunakan ragam pendekatan dalam pembelajaran. Mengapa? Karena mengajar adalah upaya didaktik untuk perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Salah satu pendekatan yang diteliti oleh penulis adalah pendekatan CTL. 
Pendekatan CTL lebih menekankan pada kemampuan peserta didik dalam merekonstruksi pengetahuan secara kontekstual yang berlangsung dalam bimbingan pendidik. Pendidik hanya berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran. Dalam konteks pemahaman yang demikian, CTL pada satu sisi menekankan ranah kognitif pada taraf yang lebih tinggi yaitu kemampuan menghubungkan apa yang dipelajari dengan kenyataan hidup sehari-hari, pada sisi yang lain CTL menekankan kemampuan afektif dan psikomotorik, karena pembelajaran berpusatkan peserta didik pasti melibatkan tiga ranah.[2]
Berdasarkan penjelasan di atas, menjadi jelas bahwa pilihan pendekatan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh tujuan pembelajaran yang akan dicapai peserta didik. Dalam pembahasan ini lebih difokuskan pada pendekatan atau metode CTL.   
Penggunaan metode atau pendekatan pembelajaran CTL yang disinggung di atas disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran tidak lain adalah terjadinya pengalaman belajar yaitu perubahan pada kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan adanya perubahan tersebut, peserta didik mampu mengolah informasi, dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, menurut W.Gulo,
tujuan pengajaran terarah pada peningkatan kemampuan, baik dalam bentuk kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Kegiatan belajar mengajar tidak lagi sekedar menyampaikan dan menerima informasi, tetapi mengolah informasi sebagai masukan pada usaha peningkatan kemampuan peserta didik. Artinya yang dibutuhkan ialah peningkatan kemampuan peserta didik untuk memproses informasi (pelajaran) yang ditemukannya.[3]
Menurut W.James Popham dan Eva L. Baker, “Mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode atau pendekatan mengajar yang serasi dengan tujuan mengajar”[4]. Ini berarti tujuan mengajar adalah adanya perubahan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik.  Dalam mencapai tujuan ini (perubahan kemampuan peserta didik) ada banyak pendekatan, salah satunya adalah CTL. Berikut ini diuraikan konsep dasar serta hal-hal yang berkait dengan CTL.
Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan upaya yang mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong mereka untuk dapat mengaitkan pengetahuan sesuai situasi dan kondisi di mana ia berada. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Johnson, bahwa the CTL system is an educational processthat aims to help students see meaning in the academic material they are studing by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is with the context of their personal, social and cultural Circumstances.[5]
Menurut Departemen Pendidikan Nasional,
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.[6]
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL adalah suatu konsep belajar yang membantu guru PAK untuk mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dan kondisi dunia nyata peserta didik serta memotivasi mereka untuk menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan sekarang. Usaha yang dilakukan guru PAK dalam mendorong peserta didik untuk menemukan sendiri dan membentuk pengetahuannya merupakan strategi memberdayakan potensi peserta didik menuju tujuan yang optimal.
Pada dasarnya pendekatan pembelajaran kontekstual dikembangkan di Amerika Serikat, dengan beberapa alasan sebagai berikut:
1.      CTL berakar pada pandangan dunia baru. Dunia ini dalam pembelajaran biasanya dibagi dalam komponen yang terpisah-pisah. Setiap orang yang belajar selalu mempelajari binatang terpisah dari tumbuhan dan demikian manusia serta benda mati lainnya. Padahal dalam pandangan dunia baru semua itu adalah satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Karena satu sama lain terus menerus saling berinteraksi dan saling memerlukan atau membutuhkan.
2.      CTL sebuah jawaban terhadap keterbatasan pengajaran tradisional. Pembelajaran tradisional tidak memberi kesempatan yang cukup bagi anak didik mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya serta tidak mampu menggunakan pengetahuan mereka dalam memecahkan masalah dalam dunia nyata. Karena itu kemampuan anak didik mengaplikasikan dan mengembangkan pengetahuannya serta ketrampilannya sangat rendah.
3.      CTL merupakan gerakan masyarakat bawah. Rendahnya mutu pendidikan menimbulkan banyak tuntutan perubahan. Untuk itu tahun 1989 dirumuskan tujuan pendidikan yang harus dicapai pada tahun 2000 dan mengembangkan pendekatan pembelajaran kontekstual menjadi jantung dari system pendidikan.
4.      CTL adalah sebuah system yang cocok dengan pekerjaan otak manusia. Bagian-bagian otak dengan fungsi tertentu bekerjasama untuk mengerjakan sesuatu.[7]
Dari pengalaman yang dialami oleh Amerika Serikat hampir sama dengan kondisi permasalahan pendidikan di Indonesia, sehingga pendekatan CTL merupakan strategi pembelajaran dan penerpannya tidak perlu mengubah kurikulum. Bahkan CTL sangat sesuai dengan KTSP saat ini yang mengutamakan peserta didik dan menemukan serta membentuk sendiri pengetahuannya sesuai dunia nyata di sekitarnya.
Pembelajaran kontekstual dibangun atas landasan berpikir (filosofi) konstruktivisme yang merumuskan, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.[8] Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta atau konsep yang siap untuk diambil, ditransfer dan diterima pesert didik, tetapi harus dikonstruksi sendiri oleh peserta didik. Karena itu pembelajaran dirancang sebagai pengalaman untuk dialami dan dilakukan sendiri oleh peserta didik seperti dalam dunia nyatanya, Peserta didik sendiri membangun  pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Belajar terjadi dengan mengaitkan informasi baru terhadap konsep-konsep yang relevan dengan pemikiran sesorang. Artinya bahwa proses pembelajaran membentuk pemahaman peserta didik semakin dalam dan semakin kuat, karena selalu diuji dengan pengalaman baru. Dalan konteks seperti itu pembelajaran dapat terjadi dalam kolaborasi yang melibatkan kerjasama guru dengan peserta didik  dan lingkungannya. Pengertian peserta didik muncul dari hubungan antara daya kemampuan dan situasi atau kondisi lingkungan  yang menyenangkan, karena peserta didik sedapat mungkin membangun pengetahuannya dalam membangun proses pmbelajaran dengan dunia nyata.
Konteks adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses pembelajaran diharapkan mendoronga peserta didik untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan meyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada sembilan konteks belajar  yng melingkupi peserta didik yaitu
1.      Konteks tujuan,  artinya tujuan apa yang akan dicapai ?
2.      Konteks isi, artinya materi apa yang akan dipelajari ?
3.      Konteks sumber, artinya sumber belajar yang bagaimana yang dapat digunakan?
4.      Konteks target siswa, siapa yang akan belajar ?
5.      Konteks guru, artinya bagaimana konteks guru yang mengajar ?
6.      Konteks metode, artinya strategi yang bagaimana yang harus digunakan ?
7.      Konteks hasil, artinya bagaimana cara mengukur hasil pembelajaran ?
8.      Konteks  kemapanan, artinya apakah  siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep atau pengetahuan baru ?
9.      Konteks lingkungan, artinya  dalam lingkungan yang bagaimana siswa belajar?[9]
Jadi, penulis memahami bahwa konteks adalah merupakan serangkaian keadaan dunia nyata peserta didik dan segala aspek yang berhubungan dengan pembelajaran yang akan dicapai. Dengan demikian pembelajaran akan memberi makna yang berdaya guna bagi peserta didik.
Pendekatan pembelajaran  kontekstual pada dasarnya  adalah pembelajaran yang bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan yang nantinya secara fleksibel dan kreatif dapat diterapkana dari satu permasalahan ke permasalahan lain, atau dari satu konteks ke konteks lain. Berarti peserta didik tidak berhenti pada satu titik persoalan dengan satu jawaban melainkan peserta didik dapat berkembang pada pemikiran yang lebih luas dan mendalam.
Dalam pendekatan CTL ada 7  komponen  utama yaitu: (Learning Community)
1.      Konstruktivisme (Constructivism)
2.      Menemukan (Inquiri)
3.      Bertanya (Questionong)
4.      Masyarakat belajar (Learning Community)
5.      Pemodelan (Modeling)
6.      Refleksi (Reflaction)
7.      Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)[10]




[1]W.Gulo, Strategi Pembelajaran (Jakarta : Gramedia, 2007), hlm. 20. 
[2] Elaine B. Ohnson, Contextual Teaching and Learning (Caifornia: Corwin Press, 2002), p. 20
[3] W.Gulo, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta : Gramedia, 2004), hlm. 71
[4] W. James Popham dan Eva L. Baker, Tehnik Mengajar Secara Sistematis (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hlm. 141.
[5] Elaine B. ohnson, Contextual Teaching and Learning, ( Caifornia: Corwin Press, 2002), hlm. 25
[6]Depdiknas, Op. Cit, hlm. 5
[7] Elaine B. Ohnson, Op.Cit. hlm. 23
[8] Depdiknas, Kurikulum 2004, Kerangka Dasar, (Jakarta: Depdiknas, 2003) hlm. 10-11
[9] Amin O. Harefa, Dasar-dasar Proses Pembelajaran Matematika, (IKIP Gunungsitoli, FPMIPA, 2008), hlm. 109
[10] Depdiknas, Op, Cit. hlm. 10

Comments

Popular posts from this blog

Pembelajaran 3: Filosofis Pembelajaran Kontekstual

Pelajaran 2: 7 Komponen Pembelajaran Kontekstual